Kamis, 16 Mei 2013

bahasa, pendidikan, sastra, tokoh terkenal, hobi, kewajiban


 
KUALITAS PENDIDIKAN GRATIS UNTUK SISWA TAK MAMPU
DI KALIMANTAN SELATAN

Pendahuluan
Perkembangan dunia modern dan arus deras globalisasi menuntut  setiap orang di Indonesia pada umumnya dan di Kalimantan Selatan khususnya menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Perkembangan teknologi tak terbendung yang mensyaratkan penggunannya mengetahui ilmu tertentu. Arus perdagangan dan cara-cara berdagang yang lebih modern dengan bantuan teknologi membuat setiap orang harus memiliki kemampuan lebih dalam penguasaan teknologi. Tidak dapat dipungkiri, situasi yang ada menuntut dunia pendidikan berpacu meningkatkan daya upaya untuk membentuk manusia yang siap menghadapi perkembangan arus globalisasi tersebut.
Upaya menciptakan manusia yang handal menghadapi situasi globalisasi tidaklah mudah. Para pakar dan orang-orang yang terlibat dalam dunia pendidikan harus menciptakan dan berkreasi lebih keras. Selain tidak mudah, hal tersebut juga tidak murah. Bayangkan, sebuah sekolah bermutu yang memenuhi standar nasional, tidak hanya memerlukan guru handal namun juga fasilitas sekolah yang tidak sedikit.
Guru yang handal dapat diciptakan melalui guru-guru yang mau bekerja keras mengembangkan karakter positif dan mengembangkan ilmunya. Belajar adalah proses sepanjang masa karena ilmu terus berkembang baik materi maupun metode pengajarannya. Guru juga harus siap belajar selain mengajar.
Fasilitas sekolah yang lengkap seperti perpustakaan, laboratorium, lapangan olahraga, dan situasi kelas yang nyaman dengan ukuran dan fasilitas yang memadai diperlukan untuk situasi belajar yang memenuhi standar. Melalui fasilitas tersebut, seluruh orang yang bertanggung jawab terhadap proses belajar-mengajar di sebuah satuan pendidikan dapat memaksimalkan potensi untuk menciptakan generasi dengan kualitas emas.   
Pembentukan guru yang handal dan kelengkapan fasilitas sekolah yang memadai dalam sebuah sekolah bukanlah hal yang murah. Biaya yang diperlukan tidaklah sedikit. Jika hal ini harus dibayar oleh setiap orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya maka hanya anak-anak orang kaya saja yang mampu bersekolah. Lalu bagaimana dengan anak-anak orang yang tidak mampu?
Tanggung jawab pemerintah untuk melayani pendidikan memang tidak sebatas menyediakan fasilitas pendidikan yang memenuhi standar, namun termasuk menangani pendidikan bagi anak-anak orang yang tidak mampu. Bentuk tanggung jawab pemerintah yang seperti ini yang harus mendapat perhatian lebih karena anak-anak adalah tunas harapan bangsa. Salah satu program pemerintah yang selalu disampaikan ketika membahas tentang pendidikan adalah program pendidikan gratis. Pendidikan gratis ini hanya diberlakukan untuk pendidikan dasar pada sekolah milik negara.

Pendidikan Gratis
Pendidikan gratis adalah pendidikan yang tidak dipungut biaya. Para siswa cukup belajar dan berkarya tanpa memikirkan biaya untuk fasilitas belajar. Pendidikan gratis ini diselenggarakan oleh pemerintah dan pihak swasta. Penyelenggaraan pendidikan gratis tentunya bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
Langkah pemerintah dengan mencanangkan program pendidikan gratis adalah merupakan wujud dan tanggng jawab pemerintah terhadap sektor pendidikan. Hal ini sesuai dengan UUD 45 Amandemen keempat Bab XIII pasal 31 ayat 2 yang menyatakan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.  
Bagaimana bentuk keterlibatan dan partisipasi masyarakat pada program pendidikan gratis tersebut?  Mengingat pendidikan bukan hanya tenggung jawab pemerintah selaku pemangku kebijakan, namun juga menuntut keterlibatan dan partisipasi masyarakat. Masyarakat dapat membantu menyukseskan program pendidikan gratis ini dengan membantu sesuai kapasitasnya. Jika pendidikan gratis ini memang diperuntukkan bagi masyarakat tidak mampu maka berilah kesempatan tersebut kepada masyarakat tidak mampu.

Kualitas Pendidikan Gratis untuk Siswa Tidak Mampu
Penduduk miskin disebut juga orang yang tidak mampu. Penduduk miskin adalah orang yang penghasilannya tidak cukup memenuhi kebutuhan pokok.  Mereka memiliki hak  yang sama dalam memperoleh pendidikan yang layak. Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan bertanggung jawab terhadap permasalahan tersebut.
Tahun 2011 jumlah penduduk miskin di Kalimantan Selatan 5,29% dari jumlah penduduk keseluruhan. Prosentase jumlah ini bertambah dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 5,21% (http://kalsel.bps.go.id). Melihat jumlah penduduk miskin ini pemerintah berkewajiban mengentaskan masyarakat tidak mampu ini untuk keluar dari kemiskinan. Salah satu jalan untuk mengentaskan masyarakat miskin adalah melalui pendidikan. Melalui pendidikan diharapkan pola pikir masyarakat miskin ini berkembang positif sehingga mampu berusaha dan memiliki berbagai kemampuan untuk maju dan membuat diri mereka sejahtera.
Pendidikan gratis yang dicanangkan pemerintah Kalimantan Selatan telah berjalan pada program wajib belajar 9 tahun. Sekolah dasar (SD) atau madrasah ibtidaiyah dan sekolah menengah pertama  (SMP) atau madrasah tsanawiyah dibebaskan dari SPP untuk sekolah negeri, bagi sekolah swasta diberi otonomi berdasarkan kesepakatan dengan komite sekolah.
Pendidikan gratis diutamakan untuk pendidikan dasar 9 tahun yaitu sekolah setingkat SD dan SMP. Adapun sekolah menengah atas (SMA) masih memungut biaya untuk operasional sekolah. Sekolah dengan fasilitas lengkap akan memungut biaya operasional lebih tinggi daripada sekolah dengan fasilitas minimal. Hal ini yang menyebabkan pada beberapa kasus, orang yang tidak mampu mempunyai kesulitan untuk menyekolahkan anaknya di sekolah dengan fasilitas lengkap.
Beberapa program beasiswa mampu memberi kesempatan pada siswa yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikannya pada sekolah dengan kualitas memadai, namun program beasiswa tersebut dirasa kurang karena belum dapat menjangkau sebagaian besar masyarakat kurang mampu yang ada di Kalimantan Selatan.
Pendidikan gratis yang tidak diiringi dengan kelengkapan fasilitas sebuah satuan pendidikan akan melahirkan generasi dengan kualitas standar. Kualitas emas bagi generasi yang akan datang juga harus menjadi prioritas untuk mencetak sumber daya manusia yang handal.
Salah satu contoh sekolah gratis untuk generasi unggul yang ada di Kalimantan Timur adalah keberadaan SMA Negeri 10 Samarinda. Sekolah negeri berasrama yang telah beroperasi sejak tahun 1997 ini memiliki fasilitas lengkap seperti kelas yang nyaman, perpustakaan, laboratorium IPA dan komputer, asrama, auditorium, macam-macam lapangan olahraga, dan kolam renang. Selain memiliki fasilitas lengkap, sekolah yang menjaring siswa dari 14 kabupaten/ kota di Kalimantan Timur ini semua gratis (http://id.wikipedia.org).
Kalimantan Selatan sebagai provinsi yang memiliki komitmen tinggi terhadap pendidikan tidak mau ketinggalan. Pada tahun 2010 Pemerintah Kalimantan Selatan juga mencanangkan sekolah unggulan yang diberi nama SMA Banua Kalsel. Sekolah ini mulai beroperasi pada Juli 2012 yang bertempat di Kabupaten Gambut. Siswa sekolah ini juga dijaring dari 13 kabupaten/ kota di Kalimantan Selatan. Penyeleksian siswa baru sangat ketat karena tidak hanya dituntut kemampuan akademik yang unggul namun juga keadaan fisik yang memadai. Yang terpenting dari keberadaan sekolah ini adalah sekolah ini dibiayai dari APBD Provinsi Kalimantan Selatan. Jadi, siswa yang bersekolah di sini tidak membayar uang sekolah dan mendapat fasilitas asrama.
SMA Banua Kalsel sebagai pelopor sekolah berasrama memungkinkan bagi siswa tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan berkualitas dengan fasilitas yang memadai secara gratis. Persamaan hak bagi siswa berprestasi baik siswa dari kalangan berada maupun siswa dari kalangan tidak mampu untuk dapat menikmati pendidikan dengan pengasuhan 24 jam dengan sistem pengajaran bilingual (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris).
Berdirinya SMA Banua Kalsel sebagai sekolah berasrama yang dilengkapi fasilitas perpustakaan, laboratorium, lapangan olahraga, mendorong siswa-siswi SMP di Kalimantan Selatan ini berprestasi untuk dapat memperoleh pendidikan gratis dengan fasilitas memadai.
Keberadaan SMA Banua ini bukti komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam memajukan dunia pendidikan. Bahkan bentuk sekolah berasrama ini mendorong pihak swasta mendirikan sekolah berasrama dengan penekanan agama Islam, yaitu SMA Global Islamic Boarding School ( GIBS).

Penutup
            Pendidikan merupakan hal yang penting karena menyangkut pembentukan generasi masa depan. Seperti diamanatkan dalam UUD 45, pemerintah berkewajiban menyediakan pendidikan yang layak dan memadai bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah pusat yang kemudian diteruskan pada pemerintah daerah telah melaksanakan program pendidikan gratis untuk pendidikan dasar 9 tahun.
            Perkembangan pendidikan dan teknologi membuat dunia pendidikan harus seirama mengikuti perkembangan kedua hal tersebut. Pekerjaan tersebut tidaklah mudah sekaligus tidak murah, namun Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan telah berkomitmen tinggi dengan mendirikan sekolah berasrama yang diharapkan lulusannya mampu bersaing di dunia global yaitu SMA Banua. Sekolah ini juga gratis karena dibiayai oleh anggaran pemerintah daerah. Bukti kesungguhan ini selayaknya didukung pihak-pihak yang menginginkan dunia pendidikan berhasil lebih baik. 

Daftar Pustaka
Undang-Undang Dasar 1945

 
  

Minggu, 21 April 2013

hati nurani, perasaan, dan kegalauan dunia pendidikan

MAU DIBAWA KEMANA DUNIA PENNDIDIKAN ANAK-ANAK KITA?

Beberapa ahli pendidikan, bahkan bapak M Nuh sendiri pernah menekankan tentang kejujuran dalam pelaksanaan UN. Sudahkah kita mengajarkan kejujuran sebelumnya.
Sejujurnya memang tak mudah untuk selalu jujur, apalagi mengajarkan kejujuran. kejujuran bukan sekedar kata-kata tapi lebih utama harus disertai contoh. contoh yang utama.
Pernahkah kita mengingat pesan Ki Hajar Dewantoro, bahwa seorang guru harus menjadi ing ngarso sung tuladha ( di depan memberi contoh), ing madya mangun karsa (di tengah/dalam membangun semangat), tut wuri handayani (di belakang mendorong 'untuk maju).
Apalah daya, negara kadang juga tak memberi contoh tentang kejujuran, mengapa harus banyak orang-orang yang korupsi atau dianggap korupsi. kita harus dari mana memutus mata rantai kebohongan, dusta, keculasan, kekejian yang terjadi karena seseorang ingin mempertahankan kebohongan. satu kali berbohong akan diikuti dengan kebohongan berikutnya.
Masyarakat Indonesia mungkin telah berkurang yang buta huruf tapi makin bertambah yang buta nurani.
berkatalah jujur, berlaku jujur, mengajak jujur, mengajarkan kejujuran.

Sabtu, 09 Maret 2013

bahasa, sastra, tokoh terkenal, hobi, kewajiban

 
DUNIA YANG SAMA
kepada cinta yang terlupakan


Tertatih langkah kami meraih jalan
Tersandung kaki kami menggapai cahaya
Saat sebagian mata memandang aneh
Sebagian lain memandang iba

Itulah yang berputar di sekitar jiwa kami
Maki dan cela yang merontokkan harga diri
Menggoreskan luka yang sulit disembuhkan
Atau sekedar kata iba yang sedikit menghibur hati

Kami tak ingin mengukir beban di pundak orang lain
Kami juga bukan sampah yang merusak pandangan mata
Kami tercipta karena Tuhan itu Sempurna
Tidak sepicik pengetahuan manusia

Kesabaran yang membuat kami berharga di mata Tuhan
Perjuangan yang membuat kami mulia
Di antara manusia-manusia yang menganggap dirinya sempurna
Yang membusungkan dadanya di antara orang yang papa

Kamilah manusia-manusia yang dianggap cacat
Tapi bukan kami yang cacat
Merekalah yang sebenarnya cacat
Yang tidak memandang dunia dengan bijaksana
Yang hanya mampu melihat sesuatu dari kulitnya

Padahal kita hidup di dunia yang sama




Handil Bakti,  April 1, 2008

Kamis, 28 Februari 2013

Rabu, 27 Februari 2013

esai

bahasa, sastra, tokoh terkenal, hobi, kewajiban

 
Makna Pendidikan Bagi Perempuan
Oleh : Susanti, S.S.,M.Hum*

Pada masyarakat yang sedang berada dalam proses penguatan modernisasi, seperti Indonesia, pendidikan menjadi salah satu syarat yang strategis. Hal ini didasarkan pada asumsi dasar bahwa pendidikan merupakan kegiatan transfer of knowledge untuk peningkatan kapasistas dan kualitas human resource tanpa kecuali. Untuk itu dunia pendidikan tentunya harus terbebas dari persoalan ketidakadilan dan diskriminasi. Artinya setiap anak bangsa memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk menikmati pendidikan.
            Kasus 3.432 siswa Kalimantan Selatan yang putus sekolah, ini tentu mengagetkan masyarakat yang peduli dengan pendidikan. Apalagi siswa yang berhenti sebagaimana yang diberitakan oleh Harian Banjarmasin Post, tanggal 22 Februari 2011 adalah siswa perempuan. Adanya anggapan orang tua bahwa anak perempuan tidak perlu menuntut ilmu tinggi-tinggi ini adalah permasalahan mendasar yang dihadapi oleh dunia pendidikan. Situasi seperti ini tentu ambivalen dengan apa yang sedang diperjuangkan oleh pemerintah provinsi Kalimantan Selatan terhadap pendidikan.
            Dalam peradaban yang sudah masuk era digitalisasi, pendidikan masih berhadapan dengan persoalan sosial kultural yang memahami pendidikan hanya milik kaum laki-laki, kalau pemahaman seperti ini terus dipelihara masyarakat, maka ini tidak menguntungkan bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan. Masyarakat Indonesia secara budaya sebagian besar daerah masih menganut budaya patriarki, akan tetapi ini tidak serta merta mengesahkan bahwa perempuan hanya pantas berada di wilayah domestik yakni rumah tangga.
            Seorang tokoh pejuang feminis yaitu Chafetz (1988) mengungkapkan bahwa ada empat hal yang menyebabkan terjadinya ketimpangan antara perempuan dan laki-laki, pertama adalah bahwa posisi dan pengalaman perempuan dari kebanyakan situasi berbeda dari yang dialami laki-laki dalam situasi itu. Kedua, posisi perempuan dalam kebanyakan situasi tak hanya berbeda, tetapi juga kurang menguntungkan dan tidak setara dibandingkan dengan laki-laki. Ketiga adalah bahwa situasi perempuan harus pula dipahami dilihat dari sudut hubungan kekuasaan langsung antara laki-laki dan perempuan. Perempuan “ditindas” dalam arti dikekang, disubordinatkan, dibentuk, digunakan dan disalahgunakan oleh lelaki. Keempat, perempuan mengalami perbedaan, ketimpangan dan berbagai penindasan berdasarkan posisi total mereka dalam susunan stratifikasi atau faktor penindasan dan hak istimewa-kelas, ras, etnisitas, umur, status perkawinan dan posisi global.
            Empat posisi tersebut di atas sangat jelas menunjukan bahwa dalam setiap berbagai media interaksi formal, perempuan seringkali mengalami apa yang disebut sebagai ketidakadilan. Adanya pandangan yang berat sebelah ini cenderung merugikan pihak perempuan. Hal seperti ini tidak terkecuali dalam dunia pendidikan, struktur institusi keluarga yang bersikukuh dengan pandangan bahwa perempuan hanya pantas berada dalam wilayah rumah tangga ini menunjukan bahwa kesan pendidikan hanyalah milik laki-laki. Struktur keluarga telah membangun makna pendidikan hanya sebagai sektor utama laki-laki. Jadi, bukanlah sesuatu yang mengherankan bila banyak kalangan orang tua lebih banyak memberi ruang pendidikan kepada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.
            Pemaknaan pendidikan yang kurang menguntungkan bagi perempuan ini menuntut adanya perhatian khusus yang lebih serius dari kaum perempuan sendiri. Salah satu agenda pertama strategis adalah membangun pemaknaan yang positif yaitu dengan jalan pembuktian bahwa perempuan ternyata juga memiliki kemampuan yang setara dengan laki-laki. Artinya perempuan dituntut untuk menunjukan prestasi yang nyata, untuk sekolah tentu saja terkait dengan prestasi akademis dan untuk sektor publik tentunya terkait dengan prestasi kerja.
            Kedua, perlunya usaha-usaha penyadaran masyarakat yang masih memiliki anggapan bahwa perempuan hanya pantas berada dalam wilayah rumah tangga secara terus menerus. Penyadaran ini dapat dilakukan oleh semua komponen stakeholder melalui berbagai agenda yang dapat meningkatkan citra bagi perempuan. Misalnya memberikan penghargaan kepada para siswa perempuan yang memiliki prestasi. Hal seperti ini perlu dilakukan baik oleh sekolah maupun oleh komponen masyarakat yang peduli dengan permasalahan pendidikan perempuan.
Makna pendidikan bagi perempuan adalah makna kesetaraan dan bukan makna yang diskriminatif, apalagi berlindung dibalik alasan budaya. Melalui pendidikan perempuan dapat meningkatkan kualitas hidup mereka, baik sebagai individu, anggota keluarga, maupun anggota masyarakat. Dengan kondisi yang demikian, perempuan tidak akan menjadi golongan marjinal dalam dunia pendidikan.
* Guru SMA Banua BBS Kalsel