Senin, 20 Agustus 2018

PEMBELAJARAN CERITA PENDEK

PEMBELAJARAN CERPEN


A. Membuat Kerangka Cerpen
Nilai moral      : berbakti pada orang tua, rendah hati
Tema               : Menghindari kesombongan setelah sering menjuarai berbagai lomba
Sudut pandang            : Orang ketiga serbatahu
Tokoh              : Kak Musa, Dek Kia, Bunda
Penokohan      : Kak Musa      = baik, pintar, sabar
                          Dek Kia         = pintar, ceria, usil
                          Bunda           = sabar, bijak
B. Membuat Alur/ Struktur  :
1.      Pengenalan
Dek Kia memberi selamat pada kakaknya yang baru saja menjuarai lomba olimpiade matematika dan mengatakan ia akan semakin disenangi teman-teman di sekolah. Kak Musa cuma tersenyum dan mengucapkan alhamdulillah.
2.      Pemunculan masalah
Bunda juga memberi selamat pada Kak Musa namun Bunda melarang Kak Musa untuk mengikuti lomba lagi.
3.      Konflik
Kak Musa diminta mengikuti lomba lagi oleh gurunya namun Bunda meminta untuk tidak ikut lomba tersebut.
4.      Klimaks
Kak Musa bingung menentukan pilihan, namun kemudian dia lebih memilih mengikuti nasihat Bunda.
5.      Antiklimaks
Guru Kak Musa membujuk Kak Musa lagi mengikuti lomba dan berjanji akan menepis segala kebanggaan dan kesombongan.
6.      Penyelesaian
Kak Musa akhirnya memutuskan akan mengikuti lomba.

 C. Mengembangkan Kerangka
SANG JUARA

Di sebuah rumah minimalis berwarna putih, saat hujan senja mulai turun di pinggir kota Jogja. Suasana hangat dan bersahaja tergambar dalam keakraban sebuah keluarga.
“ Kakakku sayang, selamat ya sudah juara olimpiade Fisika tingkat nasional, bentar lagi dikirim ke tingkat internasional dong!” seru Kia pada kakaknya yang sedang asyik membaca buku. Musa tersenyum sambil memandang adiknya yang selalu ceria, ia berkata,” Alhamdulillah.”
Musa sebenarnya remaja yang pintar, ia tak banyak bergurau meski kadang celetukannya bisa membuat orang tertawa. Soal sabar ia bisa diandalkan sebagai anak sulung. Pada satu masa, pernah ia membuat layang-layang yang akan dijual ke teman-teman SD-nya, namun adik bungsunya Isa yang masih balita mengacak-acak layangan buatannya sehingga rusak semua. Ia tak marah, cuma mengatakan, “ Ah....dek Isa!” lalu ia pun merapikan layang-layang yang sudah tak berbentuk itu.
“ Kak! Kok kelihatan kurang senang gitu?” ujar Kia sambil terus memperhatikan kakaknya,” Boleh kutebak, kakak takut ya makin didolakan temin-temin di sekolah?”
“ Heh, apa itu temin-temin?” tanya Musa keheranan.
Kia tertawa, lalu katanya,” Teman-teman kalau cowok, kalau cewek jadinya temin-temin.”
“Kamu, ada-ada saja, Kia!” kata Musa sambil berlalu. Ia lebih suka menghabiskan waktunya untuk membaca kitab suci dan belajar.
Soal juara, Bunda sudah mewanti-wanti agar ia betul-betul menjaga hati. Bangga sangat dekat dengan kesombongan. Bunda tidak ingin anak kesayangannya menjadi orang sombong karena terbuai oleh pujian dan pandangan kekaguman orang di sekelilingnya. Bunda Musa bukanlah bunda biasa. Ia terbiasa hidup dalam kesederhanaan dan tantangan untuk memberi manfaat dan ilmu pada orang-orang menimba ilmu padanya. Memang Bunda Musa seorang guru, guru bagi anak-anaknya, guru bagi murid-muridnya yang setiap minggu datang ke rumah mereka. Murid-murid Bunda Musa kebanyakan mahasiswa dan ibu-ibu muda. Mereka datang untuk menimba ilmu agama, ilmu kehidupan.
“ Alhamdulillah kakak juara lagi! Jangan lupa bersyukur ya kak!” seru Bunda dengan suara lembut.
“ Iya, Bun,” jawab Kak Musa pendek. Ia sudah memahami apa maksud Bunda.
Musa memang juara satu tingkat nasional dalam olimpiade Fisika dan ia seharusnya mengikuti lomba untuk tingkat internasional. Pihak sekolah dan gurunya telah mempersiapkan untuk hal itu, termasuk mengundang dosen Fisika dari universitas favorit di kotanya. Namun pada suatu malam, saat ia tengah sibuk belajar, Bundanya datang dengan senyum bijaknya.
“ Bunda, ganggu?” tanya Bunda lembut.
“ Nggak, Bun,” jawab Musa takzim.
“ Anak Bunda tersayang, Bunda tahu kamu sedang sibuk mempersiapkan untuk lomba internasional. Namun ada sesuatu yang mengganjal di hati Bunda. Bunda tidak ingin engkau memiliki bibit kesombongan meskipun sebesar biji sawi. Kau bangga dengan semua pencapaianmu ini, Nak?” tanya Bunda sambil mengelus kepala Musa.
Musa mengangguk. Bunda menarik napas dalam-dalam.
“ Ini yang Bunda takutkan! Engkau bangga dengan kelebihanmu. Rasa banggamu dapat membimbingmu menuju kesombongan. Kau tahu darimana kaudapatkan semua kepandaiamu. Dari Allah semata. Lalu apa alasanmu untuk memiliki kebanggaan itu. Bersyukur itu bukan menengadah atau menepuk dada tetapi bersujud, menundukkan wajah ke bawah, ke tanah.” Bunda memandang lekat-lekat wajah Musa yang menunduk.
Bunda melanjutkan perkataannya,” Bunda tidak akan mengizinkan kamu ikut lomba lagi jika dalam hatimu masih ada kebanggaan yang membuatmu merasa sombong atas semua prestasimu.”
Musa masih terdiam kaku, bahkan ketika Bundanya keluar dari kamarnya. Hatinya galau belum berujung. Menang tanpa kebanggaan, kebanggaan tanpa menyisakan kesombongan, seperti beramal tanpa berkabar, uji keikhlasan diri, mampukah ia?
Pagi hari, Musa pergi ke sekolah seperti biasa. Hari itu, ia dipanggil gurunya untuk menanyakan kesiapannya mengikuti lomba internasional itu. Ia masih sangat memikirkan perkataan Bunda tadi malam.
“ Musa, bagaimana persiapanmu untuk lomba? Nanti sore kamu ada pelajaran tambahan dari Pak Hasan,” kata Bu Tika.
“ Ibu, bagaimana kalau saya mengundurkan diri?” ucap Musa perlahan.
Ibu guru langsung kaget. Lalu kata Bu Tika,” Bagaimana bisa Musa, ini berhubungan dengan kredibilitas sekolah kita, kemasyhuran sekolah. Kita harus mempertahankan sebagai sekolah favorit di daerah kita. Sekolah kita bisa diblacklist karena hal ini. Ada masalah denganmu?”
Musa terdiam. Teringat Bunda, apakah ia ingin namanya masyhur di dunia atau di akhirat? Beragam rasa dan pikir berkecamuk dalam benaknya. Ini tentang iman, tentang segala puji bagi Allah, ini tentang kepentinganku sendiri atau tentang kepentingan orang banyak.
“ Musa?” Ibu guru menyadarkan keterdiamannya.
“ Maaf, Bu. Saya akan berusaha memikirkan untuk tidak mengecewakan Ibu dan sekolah.”
“ Apa kau ada masalah, Musa?” tanya Ibu guru lembut.
“ Iya, Bu. Namun, saya akan menyelesaikannya. Kalau saya sudah menyelesaikan nanti saya akan menghadap Ibu.
Ibu guru mengangguk dan Musa pamit pergi.
Dalam beberapa hari kemudian, Musa banyak di kamar setelah pulang sekolah. Ia banyak belajar dan berdoa, melenyapkan kesombongan, menundukkan pujian orang lain sebagai pengingat untuk rendah hati. Hati yang mudah kotor ini milik Allah dan tugasnya sebagai manusia untuk menjaganya selalu bersih.  
Musa menangis, kepasrahannya meruntuhkan hati bahwa setiap langkah yang ditempuhnya harus memberi manfaat pada orang lain. Bahkan kasih sayang yang merona di semua sudut hatinya seharusnya tak mengizinkan ia meremehkan orang lain sedikit pun, bahkan terhadap keinginan gurunya, sekolahnya. Ia pun akan merebahkan senyumnya serendah-rendahnya saat publikasi mengancam hatinya untuk berlaku riya’. Ia harus berdaya pada saat tak berdaya.
Ujung perenungan, Musa telah siap menghadapi harinya. Ia akan berusaha tidak mengecewakan Bundanya, mutiara hatinya. Namun, ia juga berusaha memenuhi tugas dari gurunya, satu dari kilau penerang hidupnya. Ia sungguh mengasihi mereka.
Pagi itu Musa menghadap gurunya. Ibu gurunya tersenyum, lalu katanya,” Bagaimana, Musa?” Musa mengangguk takzim sambil tersenyum pada gurunya.
“ Restui ananda, Bunda,” ujarnya dalam hati.

Jumat, 29 September 2017

GURU KEHIDUPAN

copas nih

Penyebab Mudah Mengantuk dan Cara Mengatasinya

Penyebab Mudah Mengantuk dan Cara Mengatasinya - Mengantuk dan sering menguap ketika sedang beraktifitas hampir pernah dirasakan oleh semua orang. Kurangnya tidur saat malam sering dijadikan alasan oleh sebagian orang. Memang mengantuk adalah hal yang alamiah dan wajar, tapi jika terus berlangsung selama Anda beraktifitas itu dapat mengganggu performa Anda. Kurang tidur, makan siang yang terlalu banyak atau pun stres merupakan kondisi atau penyebab yang memicu ngantuk yang berlebih. Mengantuk adalah hal yang wajar, namun tidak wajar apabila rasa ngantuk tersebut datang secara terus menerus. Rasa ngantuk yang umumnya datang pada malam hari dan biasanya disebabkan karena keletihan adalah hal yang wajar. Yang perlu kita kenali saat rasa ngantuk datang secara terus menerus adalah tanda-tanda ketidakwajarannya. 

Berikut ini Penyebab penyebab mengantuk berlebihan atau rasa ngantuk yang datang terus menerus :

Anemia atau kekurangan darah adalah penyebab mengantuk berlebihan yang biasanya menyerang para wanita yang sedang haid atau datang bulan. Pada saat datang bulan para tubuh para wanita kekurangan zat besi yang berguna mengantarkan oksigen keseluruh tubuh. akibatnya, tubuh kehilangan banyak tenaga. hal inilah yang menjadi penyebab mengantuk berlebihan pada saat menstruasi.

Depresi yang dianggap salah satu gangguan emosi memiliki pengaruh yang besar terhadap kebugaran tubuh. Berkurangnya semangat dalam diri seseorang menimbulkan pengaruh "malas" terkadang dalam banyakhal. seperti malas kerja, malas makan dan malas berfikir. rasa ngantuk yang disebabkan oleh rasa malas ini lebih sulit dihilangkan.

Dehidrasi timbul karena tubuh kehilangan banyak cairan. Hal ini terjadi setelah olah raga (kondisi tubuh kurang cairan). Jarang terjadi pada olahragawan yang mempunyai tubuh yang nutrisinya selalu terpenuhi.

Orang yang bergadang normal kurang tidur, tapi tunggu dulu. durasi tidur seseorang normalnya sama meskipun jadwal tidur nya berbeda, permasalahn akan timbul ketika seseorang masih mengantuk meskipun ja tidurnya telah terpenuhi.

Ketika jantung anda mulai kurang baik bekerja dalam bekerja, anda akan mudah sekali merasa lelah. hal ini bisa saja menjadi penyebab mengantuk berlebihan. ketika anda tidak mengalami gejala penyebab mengantuk berlebihan yang lain sebaiknya perisakan kesehatan jantung anda.

Ada pendapat beberapa dokter yang menyatakan alergi terhadap makanan dapat menyebabkan rasa kantuk yang berlebihan.

Makan juga dapat menyebabkan seseorang menjadi mengantuk, penyebab mengantuk setelah makan terjadi karena tubuh memerlukan energi untuk memproses makanan, hal ini biasa terjadi jika anda terlalu makan banyak.

Ada beberapa tips agar Anda terhindar dari ngantuk yang berlebih, diantaranya yaitu :

Kopi sering dijadikan solusi pencegah kantuk. Tapi, terlalu sering minum kopi juga tidak terlalu baik bagi kesehatan dan menyebabkan ketergantungan. Cobalah ganti kebiasan minum kopi dengan meminum teh hijau. Di dalam kopi mengandung L-theanine yang dapat mengurangi rasa lelah dan kantuk. Teh yang berasal dari Negri Cina itu juga mempunyai khasiat yang sama yaitu dapat meningkatkan kewaspadaan kerja.

Duduk di kursi selama berjam-jam membuat tubuh terasa pegal dan letih sehingga memicu rasa kantuk. Untuk menghindari kelelahan, ada baiknya Anda rutin berdiri dari kursi untuk meregangkan otot atau berjalan –jalan sejenak.

Rasa kantuk setelah makan siang merupakan hal normal. Hal tersebut terjadi karena banyak enzim yang digunakan ketika bangun dan bergerak. Memaksakan tubuh untuk tetap bekerja dan beraktifitas justru akan membuat Anda kurang berkonsentrasi dan tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dan aktifitas Anda dengan baik. Bila tubuh memberikan sinyal lelah atau ngantuk, sebaiknya Anda turuti tanda dari tubuh tersebut dengan tidur selama beberapa menit di tempat yang tenang guna melancarkan otot-otot Anda.

Nongkrong di depan komputer selama berjam-jam dapat menyebabkan mata Anda menjadi lelah. Alihkan pandangan dari layar komputer selama beberapa menit untuk membuat mata lebih rileks.

Cemilan sehat dapat meningkatkan energi lebih lama, seperti kacang mentega pada kerupuk gandum atau batang seledri, permen dan yogurt serta segenggam kacang-kacangan atau buah segar.

Jika Anda tidak konsentrasi, cobalah ngobrolah untuk membuat pikiran anda rileks sejenak. Bicaralah dengan rekan Anda tentang sesuatu yang menarik.

Lingkungan dengan pencahayaan redup memicu kelelahan. Studi menunjukkan cahaya terang dapat mengurangi kantuk dan meningkatkan kewaspadaan.

Menarik nafas yang dalam dapat meningkatkan kadar oksigen darah dalam tubuh. Hal ini memperlambat detak jantung,menurunkan tekanan darah, dan meningkatkan sirkulasi, yang pada akhirnya membantu kinerja mental dan energi.

Jika Anda berada dalam perjalanan panjang, gantilah posisi pengemudi sesering mungkin. Berhentilah setidaknya setiap dua jam untuk berjalan-jalan dan mendapatkan udara segar. Hal ini bertujuan agar Anda terhindar dari kecelakaan lalu lintas.

Dehidrasi dapat menyebabkan kelelahan. Pastikan Anda minum banyak air dan makan makanan yang mengandung kadar air tinggi seperti buah dan sayuran.


puisi

Amir Hamzah
BERDIRI AKU
Berdiri aku di senja senyap
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurangi puncak
Menjulang datang ubur terkembang
Angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas alas
Benang raja mencelup ujung
Naik marak mengerak corak
Elang leka saying tergulung
Dimabuk warna berarak-arak
Dalam rupa mahasempurna
Rindu-sendu mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentausa
Menyecap hidup bertentu tuju
Chairil Anwar
SENJA DI PELABUHAN KECIL
buat Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa
erdekap
1946
Pelabuhan Sebelum Pasang
Sajak Taufiq Ismail
Jika kau bertanya, kesepian, maka lautlah jawabku
Jika kau menyapa, kesedihan, maka topanlah ujarku
Pelayaran panjang yang mengantarkan kita
Dalam gelombang benua
Di kuala perairan, ketika malam sangat muda
Lentera tiang palka, di ruang makan dan buritan
Gemetaran dalam garis putus-putus di pelabuhan
Anak arus yang naik dan turun pelahan
Menjelang pelayaran bila badai berbadai
Bercurahan bintang di langit bersemu biru
Gemulung mendung yang menyarankan napas gelombang
Guruh lagumu, wahai pelayaran yang panjang!
Karena kau bertanya, tiga peluit di tiap pelabuhan
Setiap kita bertolak kembali mengemas jangkar tali-temali
Adalah jurang-jurang lautan dengan kandil bintang selatan
Bertetaplah ngembara untuk pelayaran panjang sekali.
1964
(Dari Sajak Ladang Jagung, Budaya Djaya, Jakarta, 1973)

Selasa, 26 September 2017

RUANG HATI


Pecah merekah rasaku
Terdampar dalam keringnya sahara
Terasa sudah miskinku saat kutengadah
Tiada yang tersisa
Hanya buliran tetes air mata
Merasai berkaratnya hati
Merindui-Mu

Lenaku mengejar angan tanpa kepastian
Mataku menerkam duri mencari-cari cinta
Selain-Mu
Langkahku sesat di rantau dunia
Tiada yang mengerti atau memberi hati
Lantaran salah diri

Hanya hatiku berdegup perlahan
Menyibak jalan pintu terang
Dalam sepi dan temaram malam
Meminta-Mu kembali
Mengampuniku
....................

PAHLAWANKU

Sejarah mengungkap cerita
Sosok gagah
Sejarah sanggup membisu
Sejarah bisa berkata
Ditulis berdasar selera penguasa
Memanggul cinta untuk bangsa

Siapa yang memasti engkau berjasa
Penguasa atau bangsa
Atau hanya sekedar pelengkap
Sebagai bangsa dengan pahlawan

Atau engkau hanya beruntung
Dalam deretan orang-orang yang dikenang
Meski tanpa alasan pasti

Sabtu, 22 Juli 2017

Puisi



BISA
Sebuah rasa manis di bibir wanita
Karena tergoda ular dalam surga
Yang membuat lelaki tergelak rasa tersedak
Lalu terlempar ke alam fana

Ada benar yang terasa manis
Yang pahit
Yang asin
Dan........
Yang tak berasa itu bukan bisa

Orang bicara berbisa-bisa
Sampai muncul semua bisa
Lalu membunuh semua asa
Yang ada dalam dada manusia

Jadilah manusia yang bisa
Bukan manusia berbisa


Handil Bakti, 8 Mei 2015


Makalah

cinta...cinta...bahasa Indonesia

 

PERIBAHASA DENGAN METAFORA BINATANG
SEBAGAI SARANA PENGAJARAN BAHASA INDONESIA
Susanti, M.Hum.
Abstract
This paper explain about proverb with animal metaphor as a  teaching medium of Indonesian language. Proverb has been used as a teaching medium of Indonesian language with goals to informed supreme values culture. Animal metaphor was used because animal life easier to describe human life. Proverb with the  animal metaphor explain positive and negative connotation. It so happens, the proverb function has been expressed praise, admiration, anger, anguish, and teasing. Proverb has been as a teaching medium of Indonesian Language  with goals to  produce active and passive heir of culture.

Kata kunci: peribahasa, metafora    

I. Pendahuluan
Peribahasa merupakan ungkapan lama yang sering digunakan untuk menyebut atau membicarakan seseorang atau sesuatu secara tidak langsung. Penyebutan tidak langsung ini karena masyarakat Melayu yang merupakan akar bahasa Indonesia merupakan masyarakat simbolik.
Dalam peribahasa masyarakat mengungkapkan pikiran dan perasaan kolektifnya secara kreatif dan menjelaskan ide-ide atau gagasan-gagasan kolektifnya secara meyakinkan. Peribahasa termasuk dalam genre sastra Melayu klasik. Nilai-nilai yang terkandung dalam peribahasa selalu relevan dari masa ke masa. Hingga sekarang ini masyarakat Melayu masih mempergunakan peribahasa  sebagai sarana retorika untuk mengungkapkan: 1) pujian; 2) kekaguman; 3) sesuatu yang tidak terpisahkan; 4) kemarahan; 5) celaan; 6) keputusasaan, kesedihan, atau kekecewaan; dan 7) sindiran. Sehubungan dengan itu maka setiap anggota masyarakat di lingkungan masyarakat Melayu, tanpa kecuali, dituntut untuk mempelajari hakikat keberadaan peribahasa , meliputi karakteristik bentuk, makna ungkapan, fungsi sosial, dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Peribahasa  harus diperkenalkan sejak dini kepada generasi muda masyarakat Melayu. Proses pengenalannya yang digagas dalam tulisan ini adalah melalui jalur pengajaran Bahasa Indonesia. Tujuannya agar mereka minimal menjadi pewaris pasif,  bahkan jika memungkinkan menjadi pewaris aktif atas peribahasa . Pewaris pasif adalah pewaris yang sekadar mengetahui dan menikmati namun tidak berminat menyebarkan. Adapun pewaris aktif adalah orang yang dapat menghafal sekumpulan peribahasa dan menyebarkannya.

II. Kriteria Peribahasa  yang Layak Diajarkan
Tidak semua peribahasa  dapat diajarkan kepada peserta didik di lembaga sekolah dasar. Halimatussa’diyah (2002:33) berpendapat peribahasa  dimaksud harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
1.    Kalimatnya lengkap dengan kosa-kata relatif mudah dipahami oleh anak-anak usia sekolah dasar
2.    Bentuk fisinya bersifat tetap, tidak mudah berubah dari waktu ke waktu, bersifat klise dan klasik (mempunyai vitalitas tradisional), dan
3.    Mengandung nilai-nilai budaya luhur yang menjunjung tinggi kebenaran dan kebijaksanaan, sehingga bisa dijadikan sebagai media pendidikan yang bersifat instruktif, imperatif, dan preventif.
Menurut Halimatussa’diyah (2002:33-34) butir-butir budaya luhur dimaksud antara lain: 1)  Tidak suka berpura-pura (bersikap hipokrit atau munafik); 2) Selalu bersikap hati-hati dan teliti; 3) Tidak suka berbuat onar; 4) Pandai menyesuaikan diri dengan lingkungan tempatnya berada; 5) Selalu bersikap hemat; 6) Tidak suka menyombongkan diri; 7) Selalu bersikap ulet dan rajin; 8) Pandai dalam mengelola harta kekayaan miliknya; 9) Tidak suka membebani atau mempersulit orang lain; 10) Selalu menaati ketentuan yang berlaku; 11) Tidak bersikap picik; 12) Tidak bersikap egois; 13) Tidak suka memperalat orang lain untuk kepentingan diri  sendiri; 14) Pandai membalas budi baik orang lain yang telah berjasa kepadanya.
Metode pengajaran peribahasa dalam bahasa Indonesia melalui pendekatan metafora binatang. Pendekatan ini dipilih untuk merangsang timbulnya minat mempelajari peribahasa di kalangan peserta didik yang dijadikan sasaran pengajarannya.

III. Peribahasa
            Menurut Alan Dundes, peribahasa atau ungkapan tradisional sukar sekali untuk didefinisikan, bahkan menurut Archer Tyalor peribahasa tidak mungkin diberi definisi. Namun pendapatr ini mendapat sanggahan dari Dundes, karena menurutnya walaupun sukar orang dituntut untuk dapat melakukannya. Salah satu cara yang dikemukakan oleh Dundes yaitu dengan mempergunakan ungkapan tradisional untuk menerangkan peribahasa.
            Konsep peribahasa juga dikemukakan oleh Cerventes yang mengungkapkan definisinya yaitu peribahasa adalah kalimat pendek yang disarikan dari pengalaman panjang. Adapun Bertrand Russel menganggapnya sebagai kebijakan orang banyak yang berawal dari kecerdasan seseorang. Dari tiga ahli tersebut dapat dipahami bahwa peribahasa merupakan ungkapan tradisional dari komunitas masyarakat tertentu sebagai bentuk dari manifestasi kebijakan dan kecerdasan masyarakat yang diperoleh melalui pengalaman panjang.
            Peribahasa yang merupakan ungkapan tradisional sebagaimana yang dikemukakan oleh Dananjaja (1991; 28) mempunyai tiga sifat hakiki yang perlu diperhatikan oleh mereka yang meneliti yaitu a. Peribahasa harus merupakan satu kalimat ungkapan, tidak cukup hanya satu kata tradisional saja; b. Peribahasa ada dalam bentuk yang sudah standar dan c. Suatu peribahasa harus mempunyai vitalitas (daya hidup) tradisi lisan, yang dapat dibedakan dari bentuk-bentuk klise tulisan yang berbentuk syair, iklan, reportase dan sebagainya. (Brunvand, 1968; 38).
            Peribahasa dapat dibagi menjadi empat golongan besar, yakni : (a) peribahasa yang sesungguhnya (true proverb); (b) pribahasa yang tidak lengkap kalimatnya (proverbial pharase); (c) peribahasa perumpamaan (proverbial comparison); dan (d) ungkapan-ungkapan yang mirip dengan peribahasa (Brunvand, 1968; 40).           
            Jika dilihat dari fungsinya peribahasa, seperti juga folklor lisan pada umumnya, yakni sebagai sistem proyeksi, sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan, sebagai alat pendidikan anak, dan sebagai alat pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat agar selalu dipatuhi (Bascom, 1965a ; 279-298). Selanjutnya seperti bahasa lisan pada umumnya, peribahasa juga sebagai alat komunikasi, terutama dalam hal pengendalian masyarakat (social control), yang secara konkret untuk mengkritik seseorang yang telah melanggar norma masyarakat. Mencela seseorang dengan menggunakan peribahasa lebih mudah diterima dan lebih kena sasarannya daripada dengan celaan langsung.

IV. Definisi Metafora
Secara etimologis istilah metafora berasal dari bahasa Yunani meta dan pherein artinya memindahkan. Meta artinya di atas atau melebihi, dan pherien artinya membawa (Tarigan, 1985:15). Menurut Wahab (1990:142), metafora sudah menjadi bahan studi sejak zaman kuno. Konsep metafora pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles (Murtadho, 1997:70), ketika itu metafora didefinisikan sebagai ungkapan kebahasaan untuk menyatakan suatu nama dengan nama yang lain. Suatu cara subsitusi hal yang umum bagi hal yang khusus, hal yang khusus bagi hal yang umum, hal yang khusus bagi hal yang khusus, atau dengan analogi.  
Poerwadarminta (1976:648) sebagaimana yang dikutipkan Tarigan (1985:15) merumuskan metafora sebagai pemakaian kata-kata bukan dalam arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan berdasarkan persamaan atau perbandingan. Moeliono (1984:3) sebagaimana yang dikutipkan Tarigan (1985:15) merumuskan metafora sebagai perbandingan implisit untuk dua hal yang berbeda tanpa mempergunakan ungkapan pembanding sebagai dan seperti.
Metafora adalah sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling padat, singkat, dan tersusun rapi, di dalamnya terdapat dua gagasan. Gagasan pertama berupa kenyataan, sesuatu yang menjadi objek, atau sesuatu yang dipikirkan. Sementara gagasan kedua berupa pembanding, dan menggantikan gagasan yang ke dua dengan gagasan yang pertama (Tarigan, 1985:15).
Badudu (1981), merumuskan metafora sebagai gaya bahasa yang membandingkan sesuatu benda dengan benda yang lainnya. Keraf (1987), merumuskan metafora sebagai sebuah analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Wahab (1990:142), merumuskan metafora sebagai ungkapan kebahasaan yang maknanya tidak dapat dijangkau secara langsung dari lambang yang dipakainya, karena makna yang dimaksudkannya terdapat pada prediksi ungkapan kebahasaan itu sendiri. Dengan kata lain, metafora adalah pemahaman dan pengalaman akan sejenis hal yang dimaksudkan dengan perihal lain.      
Quintilian (via Wahab, 1986:5 via Murtadho, 1997:70) merumuskan metafora sebagai ungkapan kebahasaan yang dipergunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang hidup bagi sesuatu yang hidup lainnya, sesuatu yang hidup bagi sesuatu yang mati, dan sesuatu yang mati untuk sesuatu yang mati lainnya.

V. Jenis-jenis Metafora 
Menurut Murtadho (1997:71), metafora terdiri atas dua jenis, yakni metafora dalam arti sempit, dan metafora dalam arti luas. Metafora dalam arti sempit adalah bentuk kiasan khusus di antara bentuk-bentuk kiasan lainnya, seperti : metonimi, sinekdoke, dan hiperbola. Sementara metafora dalam arti luas mencakup semua bentuk majas perbandingan (perumpamaan, kiasan, personifikasi), majas pertentangan (hiperbola, litotes, dan ironi), dan majas pertautan (metonimia, sinekdoke, alusi, dan eufisme).
Masih menurut Murtadho (1997:71), berkaitan dengan metafora ini ada 2 hal yang perlu diperhatikan, yakni kriteria penggantian dan kriteria kesamaan. Kriteria penggantian berlaku untuk metafora dalam arti luas, dalam konteks ini tanda linguistik yang  lazim dapat saja digantikan dengan tanda linguistik yang tidak lazim. Kriteria kesamaan berlaku untuk metafora dalam arti sempit.
Dasar pembentukan metafora menurut rumusan Ullmann (1972:213), adalah perbandingan, persamaan, atau pengidentifikasian antara dua referen yang memiliki keserupaan atau kemiripan satu sama lainnya. Dua referen yang dimaksudkan Ullmann disebutnya tenor dan wahana. Tenor merujuk kepada “barang yang sedang kita perbincangkan”  (the thing we are talking about), sementara wahana merujuk kepada “barang lain yang kita perbincangkan dengannya” (that to which we are comparing if) (Subroto, 1989:47).
Metafora menurut pendapat Subroto (1989:45) merupakan salah satu wujud bahasa yang diciptakan oleh daya kreatif manusia dalam penerapan makna bahasa. Melalui kreatifitas berbahasa yang ada padanya, manusia memberikan makna lambang yang baru kepada kata-kata (referen) yang telah ada.  Hal ini terjadi karena jumlah lambang masih sangat terbatas sementara benda-benda yang ada di sekeliling manusia tidak terbatas jumlahnya.
Kridalaksana (1993:136), merumuskan bahwa metafora adalah pemakaian kata lain atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan. Contoh kongkrit yang dikemukakannya adalah kaki gunung, kaki meja, pada kaki manusia. Moeliono (1997:651), merumuskan bahwa metafora adalah pemakaian kata atau kelompok kata yang bukan dengan arti sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Contoh kongkrit yang dikemukakannya adalah pemuda adalah tulang punggung negara. Metafora terbagi menjadi 4 jenis, yakni: (1) metafora antropomorfis, (2) metafora binatang, (3) metafora sinestetik, dan (4) metafora yang timbul karena pemindahan pengalaman dari kongkrit ke abstrak atau sebaliknya (penulis lebih suka menyebutnya metafora jenis ke empat).

VI. Klasifikasi Genre Metafora Binatang
Istilah metafora binatang yang dipergunakan dalam tulisan ini merujuk kepada gambaran bentuk fisik dan tingkah laku binatang yang dimanfaatkan sebagai bahan perbandingan untuk menggambarkan bentuk fisik dan tingkah laku manusia. Ada dua jenis metafora binatang, yakni metafora binatang yang bersifat positif (metafora positif), dan metafora binatang yang bersifat negatif (metafora negatif).
Metafora positif adalah metafora binatang yang secara stilistika atau secara konotatif langsung merujuk kepada makna yang positif. Tidak hanya itu, peribahasa  yang mengandung metafora binatang bermakna positif ini juga identik dengan fungsi-fungsi positif, antara lain: 1) sebagai sarana retorika untuk memuji;  2) sebagai sarana retorika untuk menyatakan kekaguman; dan 3) sebagai sarana retorika untuk menyatakan sesuatu yang tidak terpisahkan. Adapun yang dimaksud dengan metafora negatif adalah metafora binatang yang secara stilistika atau secara konotatif langsung merujuk kepada makna yang negatif. Tidak hanya itu, peribahasa binatang bermakna negatif ini juga identik dengan fungsi-fungsi negatif, yakni; 1) sebagai sarana retorika untuk mengungkapkan kemarahan; 2) sebagai sarana retorika untuk mencela; 3) sebagai sarana untuk mengungkapkan keputus-asaan, kesedihan, atau kekecewaan; dan 4) sebagai sarana retorika untuk menyindir.

VII. Keberadaan Metafora Binatang dalam Peribahasa 
Peribahasa  merupakan genre/jenis folklor  yang kaya dengan metafora, karena peribahasa  merupakan rangkaian kata (kalimat) yang ditata dengan tendensi makna konotatif dan makna stilistika tertentu. Penyebabnya ada dua, yakni: 1) di dalam peribahasa , dunia nyata dan dunia kias saling bercampur baur menjadi satu; dan 2) fungsi sosial peribahasa  sama dengan fungsi metafora, yakni sebagai sarana untuk mengatakan suatu hal (dunia nyata) dengan rangkaian kata yang bermakna implisit (dunia kias).
Metafora dibuat atau diciptakan manusia sebagai hasil olah pikir dan olah rasanya yang kreatif, sehingga dapat dikatakan bahwa kekayaan metafora yang dimiliki oleh suatu suku bangsa identik dengan tingkat kecerdasan linguistik suku bangsa itu sendiri. Semakin kaya khasanah metaforanya berarti semakin tinggi pula tingkat kecerdasan linguistiknya.
Sumber ilham yang menjadi dasar pembuatan atau penciptaan metafora oleh manusia tidak lain adalah alam lingkungan tempat tinggalnya. Manusia memang tidak dapat melepaskan dirinya dari pengaruh alam lingkungan tempat tinggalnya. Tidak terkecuali dalam hal pembuatan atau penciptaan metafora. Interaksi manusia dengan sesamanya, dengan benda-benda di sekitarnya, dan dengan flora atau fauna yang ada di alam lingkungan tempat tinggalnya, tercermin dalam metafora yang dibuat atau diciptakannya.
Keberadaan metafora binatang dalam khasanah peribahasa , tak pelak lagi diciptakan berdasarkan sumber ilham yang berasal dari penghayatan kontemplatif penggubahnya atas alam lingkungan di sekitar tempat tinggalnya, baik yang bersifat fisik, maupun yang bersifat sosial.



VIII. Contoh-Contoh Peribahasa  
Contoh peribahasa  yang mempergunakan metafora binatang sangatlah banyak jumlahnya. Pada kesempatan ini dikutipkan peribahasa  yang mempergunakan metafora ikan, burung, dan kucing.
(1) Ikan belum dapat, airnya sudah keruh
Peribahasa  tersebut bermakna penerapan pekerjaan yang tidak tepat atau keadaan menjadi buruk sebelum pekerjaan selesai.
(2) Ikan di laut, asam di gunung bertemu dalam belanga
Peribahasa  di atas merupakan ungkapan untuk menggambarkan seseorang yang tinggal di sebuah daerah yang jauh misalnya pegunungan dapat berjodoh dengan orang yang berada jauh dari kampungnya atau kota.
(3)  Ikan lagi di laut, lada garam sudah di sengkalan
Peribahasa  ini merupakan olok-olok untuk mencela seseorang yang bersiap-siap ingin mengecap hasil pekerjaan yang belum pasti berhasil.
(4)  Memancing ikan dalam belanga
Peribahasa  ini merupakan ungkapan yang ditujukan kepada seseorang yang mencari keuntungan dalam lingkungannya sendiri.
(5)  Seperti ikan kena tuba
Peribahasa  di atas merupakan keyakinan bahwa sesuatu yang jinak mudah ditangkap.
(6)  Tuba binasa, ikan tak dapat
Peribahasa  di atas merupakan olok-olok untuk mencemooh seseorang yang melakukan pekerjaan yang sia-sia.

(7)  Ikan bergantung, kucing tunggu

Peribahasa  di atas merupakan olok-olok untuk mencemooh seorang yang mengharapkan sesuatu yang mustahil didapat, ia kesal karena tidak bisa mendapatkan sesuatu yang sudah di depan mata.

(8)  Ada air ada ikan
Peribahasa  ini merupakan ungkapan yang menyatakan bahwa di mana pun seseorang hidup dan berusaha maka ia akan mendapat rejeki.
(9)  Ikan kecil makanan ikan besar
Peribahasa  di atas merupakan ungkapan untuk menggambarkan bahwa orang kecil atau masyarakat jelata sering menjadi korban kepentingan dan kebijakan para pemimpin dan pejabat.
(10)  Terpegang ikan, amis tangan
Peribahasa  di atas merupakan ungkapan untuk menggambarkan perbuatan seseorang yang mencemarkan nama baiknya sendiri.
(11) Kuat ikan karena radai, kuat burung karena sayap
Peribahasa  ini merupakan ungkapan setiap orang memiliki kelebihan masing-masing sehingga kita harus saling menghargai.
(12) Bagaikan burung dalam sangkar
Peribahasa  di atas ini merupakan gambaran seseorang yang kehilangan hak asasinya sebagai manusia berupa kebebasan.
(13) Burung gagak itu kalau dimandikan dengan air mawar sekalipun, tidak akan menjadi putih bulunya.
Peribahasa  di atas merupakan ungkapan untuk menyebut seseorang yang bertabiat jahat akan sukar untuk diperbaiki.
(14) Dengarkan cerita burung, anak dipangku dilepaskan  
Peribahasa  di atas merupakan ungkapan perasaan seseorang yang sibuk mengurusi persoalan orang lain, tetapi urusannya sendiri terbengkalai.
(15) Harapkan burung terbang tinggi, punai di tangan dilepaskan
Peribahasa  di atas merupakan olok-olok untuk mencemooh seseorang yang mengharapkan keuntungan yang belum pasti, sedangkan keuntungan kecil yang sudah pasti didapat dilepaskan.
(16) Ibarat burung dalam sangkar, mata lepas badang terkurung
Peribahasa  ini merupakan keadaan seseorang yang berada dalam pengawasan, walaupun terpelihara dengan baik, tetapi selalu terikat atau tidak bebas.
(17) Seperti anjing dan kucing  
Peribahasa  ini merupakan olok-olok untuk dua seorang yang selalu bermusuhan atau tidak pernah berdamai.
(18) Bagai kucing dibawakan lidi
Peribahasa  ini merupakan gambaran tentang seseorang yang telah berbuat salah akan takut menghadapi orang lain.
(19) Membeli kucing dalam karung
Peribahasa  ini merupakan gambaran tentang seseorang yang telah membeli seseuatu namun kurang diteliti atau diperiksa dulu keadaan barangnya, sehingga ketika telah sampai ke rumah ia kecewa.
(20) Biarpun kucing naik haji, pulangnya mengeong juga.
Peribahasa  ini merupakan gambaran tentang seseorang yang tidak berubah tabiatnya meskipun telah pergi jauh mendapatkan pengajaran yang baik.
(21) Memukul kucing di dapur
Peribahasa  ini merupakan gambaran tentang seseorang yang telah mencelakakan anak kandungnya sendiri.
(22) Bagai kucing bermain daun
Peribahasa  ini merupakan gambaran tentang seseorang yang ingin menunjukkan kelebihannya sendiri dihadapan orang lain.
(23) Duduk seperti kucing melompat seperti harimau
Peribahasa  ini merupakan gambaran tentang seseorang yang pendiam namun dapat dengan mudah mencelakakan orang lain.
(24) Seperti kucing terkena balur
Peribahasa  ini merupakan gambaran tentang seorang pemuda yang pemalu sehingga ia kesulitan mendekati seorang gadis.








IX.  Kesimpulan
Peribahasa  yang direkomendasikan untuk diajarkan dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi dua klasifikasi, yakni: 1) peribahasa  dengan metafora bintang berkonotasi positif; 2) peribahasa  dengan metafora binatang berkonotasi negatif
Peribahasa  dengan metafora binatang berkonotasi positif, yakni peribahasa  yang secara stilistika atau secara konotatif langsung merujuk kepada makna yang positif. Tidak hanya itu, peribahasa  yang mengandung metafora binatang bermakna positif ini juga identik dengan fungsi-fungsi positif, antara lain sebagai sarana retorika untuk mengungkapkan: 1) pujian; 2) kekaguman; dan 3) sesuatu yang tidak terpisahkan.
Sementara itu peribahasa  dengan metafora binatang berkonotasi negatif, yakni peribahasa  yang secara stilistika atau secara konotatif langsung merujuk kepada makna yang negatif. Tidak hanya itu, peribahasa binatang bermakna negatif ini juga identik dengan fungsi-fungsi negatif, yakni sebagai sarana retorika untuk mengungkapkan: 1) kemarahan; 2) celaan; 3) keputusasaan, kesedihan, kekecewaan, dan (4) sindiran.
Peribahasa  merupakan kekayaan budaya milik bersama yang paling nyata bagi masyarakat Melayu. Meskipun hanya berupa kata-kata berbentuk puisi atau kalimat, peribahasa  dapat menjadi ciri budaya yang dapat mempersatukan masyarakat Melayu dalam suatu ikatan memori kolektif.

DAFTAR RUJUKAN
Aminuddin,. 1988. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: PT Sinar Baru. Cetakan I.

Brunvand, Jan Harold. 1978. The Studi of American Folklor-an Introduction. New York: W.W Norton & Co. Inc.

Chaer, Abdul. 1996. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Danandjaja, James. 1994. Folklor Indonesia. Jakarta: Grafiti. 

Ganie, Tajuddin Noor. 2005. ”Karakteristik Paribasa: Kajian Bentuk, Fungsi, Makna dan Nilai” Banjarmasin: PBSID FKIP Unlam. (tesis).

Hidayat, Kidh dan M. Burhan. 2004. Kamus Lengkap Peribahasa Indonesia. Jakarta: Bintang Indonesia
Muhibah, 2004. ”Pemanfaatan Metafora Tumbuhan dan Binatang dalam Ungkapan Bahasa ”. Banjarmasin: STKIP PGRI. (skripsi)

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sufriadi, 2007. ”Pemanfaatan Metafora Binatang dalam Peribahasa ” masin: STKIP PGRI. (skripsi)

Wahab, Abdul. 1990. ”Metafora Sebagai Alat Pelacak Sistem Ekologi” dalam PELLBA 3. Peny: Purwo, Bambang Kaswanti. Jakarta: Kanisius dan Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya.